Kuliah Penilaian Hutan : Nilai Lahan Hutan



Sumberdaya lahan adalah salah satu faktor utama yang sangat penting untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable). Lahan adalah komponen dasar dari system sumberdaya alam pada setiap negara. Lahan mempunyai fungsi baik secara ekologis sebagai muka bumi (biosfer) tempat di mana ada kehidupan, tetapi lahan juga berfungsi sosial ekonomi yang dipandang sebagai sarana produksi, benda kekayaan/bernilai ekonomi, maupun mempunyai fungsi sosial untuk kepentingan masyarakat umum.
            Lahan menjadi semakin penting karena dengan pertambahan jumlah penduduk yang tinggi, terjadi tekanan-tekanan pada permintaannya (demand for land). Sedangkan dari sisa persediaan (supply), lahan dalam suatu tatanan ruang tertentu (suatu wilayah, atau kawasan kota) persediaannya tetap (fixed), sehingga nilainya menjadi meningkat dari waktu ke waktu. Selain itu lahan merupakan area multi kegiatan dan multi manfaat yang akan menentukan tingkat persaingan dan nilai lahan, terutama lokasi-lokasi yang mempunyai tanah subur, iklim yang baik dan di bawah pengaruh lokal eksternal ekonomi yang kondusif.

Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak pihak yang belum memahami nilai dari berbagai manfaat Lahan hutan secara komperehensif. Untuk memahami manfaat darilahan hutan tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap semua manfaat yang dihasilkan. Penilaian sendiri merupakan upaya untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan manusia.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai sumberdaya hutan sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan, dan hal tersebut dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai sumberdaya hutan tersebut bagi masyarakat tersebut. Namun hal tersebut mungkin berbeda dengan persepsi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan tidak menerima manfaat secara langsung.

Nilai sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa kelompok. Davis dan Johnson (1987) mengklasifikasi nilai berdasarkan cara penilaian atau penentuan besar nilai dilakukan, yaitu : (a) nilai pasar, yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar, (b) nilai kegunaan, yaitu nilai yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu tertentu, dan (c) nilai sosial, yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun perwakilan masyarakat. Sedangkan Pearce (1992) dalam Munasinghe (1993) membuat klasifikasi nilai manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) berdasarkan cara atau proses manfaat tersebut diperoleh.

Dalam penilaian hutan, termasuk HTI, melalui dua tahap, yaitu: (1) tahap kuantifikasi biofisik, dan (b) penilaian ekonomi terhadap kuantifikasi biofisik yang telah dihitung.
Kegiatan dalam  tahap  kuantifikasi biofisik meliputi (1) kuantifikasi potensi  produksi ataupun tingkat pemanfaatan oleh perusahaan HPHTI atau masyarakat  terhadap flora dan fauna yang manfaatnya diperoleh melalui manfaat langsung, (2) kuantifikasi setiap komponen yang bersumber dari fungsi ekosistem hutan pada unit  contoh, dan (3) identifikasi interaksi hutan dengan kehidupan sosial budaya  masyarakat yang berwujud / sifat atribut atau simbolik.  

Adapun praktikum kali ini membahas tentang nilai harapan lahan, dimana nilai harapan lahan merupakan nilai lahan kosong yang akan diusahakan untuk menghasilkan kayu dengan tindakan silvikultur tertentu. Nilai lahan biasanya tergantung pada berapa besar nilai komersial lahan tersebut. Penilaian ini sangat ditentukan oleh penggunaan lahan tersebut. Perkiraan nilai lahan ini ada dua jenis yaitu, lahan tegakan seumur (even-aged stand) dan lahan tegakan tidak seumur (uneven-aged stand). Jika dilakukan penilaian lahan terhadap lahan yang tak berhutan atau kosong maka nilai lahannya berdasarkan nilai lahan tersebut. Namun, jika pada lahan berhutan atau bertegakan walaupun umur tegakan baru satu tahun maka nilainya berdasarkan nilai lahan tersebut (kosong) ditambah nilai tegakan.
Dalam penilain lahan ada beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya :
1.    Kualitas lahan : fisik , kimia, biologi tanah
2.    Jenis dan kualitas pengelolaan
3.    Nilai pasar: output dan input
4.    Jangka waktu penebangan
Seperti yang sudah diungkapkan  sebelumnya, penilaian tegakan untuk HTI hanya pada kuantifikasi potensi produksi, yakni berupa volume kayu yang dihasilkan.  Selain kuantifikasi potensi, adakalanya juga dilakukan pengkuran terhadap kondisi  lahan/tapak untuk mendapatkan nilai harapan lahan (SEV:  soil expectation value).  Namun, secara umum penghitungan SEV  untuk HPH/HPHTI tidak dilakukan/tidak diukur, karena dalam konsesi HPH/HPHTI lahan tidak bisa digunakan.
Pengukuran terhadap kondisi lahan/tapak, jika diperlukan, untuk mendapatkan  nilai lahan maka data yang dikumpulkan meliputi (a) nilai bersih yang diterima pada  akhir rotasi, (b) umur rotasi jenis, dan (c) tingkat bunga.
Pada perhitungan SEV berdasarkan data yang ada didapatkan SEV A (jabon) sebesar Rp.1.098.8347,2 dan B (sengon) sebesar Rp.5.715.448,8. Dari pendapatan bersih yang didapat adalah untuk A (jabon) sebesar Rp.1.886.379 /ha dan untuk B (sengon) sebesar Rp.5.422.344 /ha.
Untuk nilai tegakan masing-masing pohon per m3 didapatkan nilai sebesar Rp.189.023,41 untuk pohon jabon dan Rp.234.618,38 untuk pohon sengon. Jika dibandingkan baik dari nilai SEV dan nilai tegakannya pohon sengon jauh lebih tinggi dibandingkan nilai SEV dan nilai tegakan pohon jabon. Hal ini dikarenakan total biaya pengeluaran untuk pohon sengon jauh lebih sedikit daripada total biaya pengeluaran untuk pohon jabon, yaitu sebesar Rp.21.113.621 /ha untuk pohon jabon dan Rp.17.377.656 /ha untuk pohon sengon.

KESIMPULAN
Pengukuran tehadap kondisi lahan/tapak untuk mendapatkan nilai harapan lahan (SEV : soil expectation value). Dalam pengukuran kondisi lahan/tapak, untuk mendapatkan nilai lahan, maka data yang diperlukan meliputi : a. nilai bersih yang diterima pada akhir rotasi, b. umur rotasi jenis, dan c. tingkat bunga. Semakin panjang daurnya maka nilai harapan lahannya semakin rendah (pada tegakan yang sama), dan semakin tinggi tingkat suku bunga maka nilai harapan lahan semakin rendah. Dan dari hasil perhitungan yang didapatkan nilai SEV dan nilai tegakannya pohon sengon jauh lebih tinggi dibandingkan nilai SEV dan nilai tegakan pohon jabon karena total biaya pengeluaran untuk pohon sengon jauh lebih sedikit daripada total biaya pengeluaran untuk pohon jabon.

Comments

Popular posts from this blog

Harga Kayu Meranti 2020

Proposal : Pembangunan Tempat Pengolahan Kayu (Sawmill) Di Sekitar Jalur Cigudeg-Leuwiliang

Penerapan AMDAL pada Pembangunan di Bidang Kehutanan