Laporan Akhir Ilmu Pnyakit Hutan
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Hutan merupakan
masyarakat tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohon atau tegakan pohon yang
mempunyai keadaaan lingkungan yang berbeda dengan di luar hutan. Hutan
dikatakan sakit apabila pohon-pohon yang ada di dalamnya mengalami sakit atau
terkena serangan penyakit akibat sering mengalami tekanan secara terus-menerus
dari faktor biotik (makhluk hidup) ataupun faktor abiotik (lingkungannya) yang
sedemikian rupa sehingga menimbulkan banyak kerugian pada hutan tersebut. Kerugian
tersebut dapat berupa penurunan baik secara kualitas ataupun kuantitas dalam
produksi hutan ataupun kerugian lainnya. Tekanan yang terjadi pada hutan
ataupun pohon dikarenakan adanya interaksi yang terus menerus antara pohon dan
faktor-faktor biotik tersebut yang
mengakibatkan terbentuknya gambaran ekspresi reaksi inang yang tampak dengan
jelas dari luar akibat gangguan fisiologis yang biasa disebut dengan “gejala”
dan dapat pula diakibatkan oleh faktor yang tidak terlihat jelas karena
interaksi yang berjalan sangat lambat. Sering kali gejala itulah yang memberi
petunjuk kepada kita apakah pohon itu dalam keadaan sehat atau cacat pada
bagian tubuh atau seluruh tubuhnya, sehingga kualitas dan kuantitas produksi
yang dapat diambil menjadi berkurang. Selain gejala, dapat dijumpai istilah
“tanda” penyakit pada pohon, yaitu bukti adanya pathogen pada bagian-bagian
tertentu penyebab penyakit seperti fungi yang menempel atau semacam tepung
berwarna putih dan hitam pada batang pohon.
Perlu disadari
bahwa banyak sekali penyakit tanaman yang belum diketahui karena berbagai
penyakit pada pohon tidak hanya disebabkan oleh satu macam penyebab, tetapi
karena beberapa penyebab yang datang secara bersama-sama atau secara berurutan
saling mengikuti satu sama lain. Demikian pula banyak jenis fungi yang dapat
memulai penyerangan pada bagian pohon sesudah pohon tersebut diserang oleh
suatu serangga atau nematoda. Sering kali pada pohon yang telah diserang oleh
suatu jenis pantogen akan menjadi lebih rentan atau lebih tahan terhadap jenis
patogen lain.
Tujuan
Mengetahui
alat-alat pada laboratorium Penyakit Hutan.
Mengetahui cara
membuat media semi alami salah satunya berupa PDA (Potato Dextros Agar).
Mengetahui ciri
dari berbagai penyebab penyakit berupa fungi dan mampu membedakannya dari
berbagai penyebab penyakit lainnya dengan mudah di lapangan.
Mengetahui dan
memahami cara dan teknik isolasi fungi atau bakteri dan jamur pada tempe.
TINJAUAN
PUSTAKA
Hutan adalah
sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam
ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai
penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan,
modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu
aspek biosfer bumi yang paling penting. Pepohonan merupakan komponen utama
pembentuk hutan. Dan pada kehidupan pohon itu sendiri tidak lepas dari yang
namanya gangguan hutan yaitu disebabkan oleh hama atau penyakit hutan (Tapa
Darma IGK, 1989).
Ilmu penyakit
hutan merupakan cabang dari ilmu penyakit tumbuhan yang mencakup
penyakit-penyakit tumbuhan berkayu yang tumbuh di dalam hutan alam, hutan
tanaman, maupun lingkungan pemukiman dan perkotaan (Tapa Darma IGK, 1989). Ilmu
ini dipelajari sebagai sains dan
sebagai art. Sebagai sains (ilmu), maka ilmu penyakit hutan
mencakup penelaahan sifat-sifat penyakit, penyebaran penyakit, interaksi antara
pathogen dan inang, fakotr-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit, dan
berbagai cara pengendalian penyakit. Sedangkan sebagai seni atau praktek (art), ilmu penyakit hutan menyangkut
penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari penerapan sains, termasuk
diagnose atau pengungkapan identitas penyakit-penyakit khusus melalui gejala dan
tanda penyakit, penilaian dan peramalan penyakit, rekomendasi usaha
pengendalian yang sesuai, dan penggunaan langsung di lapangan berdasarkan cara-cara
pengendalian yang tepat.
Menurut Tapa
Darma IGK (1989), Penyebab penyakit hutan dari faktor biotik dapat disebabkan
oleh jamur dan bakteri. Jamur merupakan jasad mikro, tidak mempunyai klorofil,
struktur tubuhnya berupa benang-benang hifa yang bercabang menyanggah spora.
Sedangkan bakteri merupakan organisme yang sangat kecil dan mempunyai kemampuan
untuk berkembang biak yang sangat tinggi. Bakteri dapat berbentuk bulat yang
disebut coccus, berbentuk silindris
disebut basil, dan berbentuk koma
disebut vibrion.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum Pelindungan Hutan bagian laboratorium Penyakit Hutan
dilaksanakan setiap hari Rabu yaitu pada tanggal 11, 18, 25 Mei dan 1 Juni 2011 dari mulai pukul 10.00-13.00 WIB yang bertempat di Laboratorium Penyakit Hutan, Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.
Alat dan bahan
Adapun
alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
Pembuatan PDA (Potato Dextros Agar)
Alat
:
Pisau
Erlenmeyer
Kompor
Panci
Alat
Seterilisasi
Bahan :
Dexstrose/ Glukosa 20 gram
Agar-agar 15-20
gram
Kentang 200
gram
Air (aquades) 1 liter
Pengembangbiakan Patogen
Alat
:
Gunting
Cawan petri
Pinset
Lampu spirtus
Bahan :
Alkohol 70 %
PDA
Pengembangbiakan Jamur Tempe
Alat
: Bahan :
Auto klaf 1. Tempe
Kompor 2. PDA
Alkohol
Cawan petri
Pinset
Pisau
Lampu spirtus
Pengamatan Jamur Tempe
Alat
: Bahan :
Mikroskop
cahaya 1. Jamur tempe dalam PDA
Kaca preparat
Solatif
Gunting
Kamera digital
Alat tulis :
kertas dan pensil
Cara
Kerja
Cara Kerja Pembuatan PDA (Potato Dextros Agar)
Kentang dikupas,
di potonng kecil-kecil kemudian dicuci dengan air bersih
Potongan kentang
direbus dengan air (aquades) sampai mendidih dan empuk
Kentang dan larutan dipisahkan
Larutan kentang
dicampur dengan dexstrose, agar-agar, dan air sebanyak 1 liter, kemudian dipanaskan
sampai mendidih dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Menseterilisasi
menggunakan alat autoclaf pada suhu 1210C tekanan 1 atm selama 15
menit.
Cara Kerja Pengembangbiakan Patogen
Persiapan Media
Dilakukan sterilisasi ruangan dan alat
(Laminar Air Flow) dengan cara disemprot menggunakan alkohol
Cawan dipanaskan
Media dalam
tabung Erlenmeyer dipanaskan kemudian
dituangkan dalam cawan.
Cawan dipanaskan lagi dan kemudian
didiamkan.
B. Penanaman Patogen
Daun yang
pertama yaitu daun sehat sebagai indikator dipotong dengan ukuran (0,5 x 0,5)
cm. Dilakukan diruang laminar
Daun direndam
dengan Alkohol 70% selama 1-2 menit
Daun dikering
udarakan, kemudian dimasukkan ke dalam media
Dilakukan hal
yang sama pada daun yang kedua yaitu daun
terkena pantogen
Dilakukan pemurnian
setelah dibiarkan selama 1 minggu
Dilakukan
isolasi pada daun yang terkena pantogen dan daun yang sehat.
Dilakukan pengamatan
pada daun sebelum diisolasi dan setelah diisolasi.
Cara Kerja Pengembangbiakan Jamur Tempe
PDA di cairkan
setelah di keluarkan dari lemari es tempat penyimpanan
PDA yang telah
mencair di letakan di dalam alat auto
klaf setelah sebelum nya alat di siapkan, disemprotkan dengn alkohol
Tangan praktikan
yang digunakan untuk memindahkan PDA di sterilkan dulu dengan alkohol.
Spirtus di
nyalakan kemudian ujung dari cawan petri di dekatkan pada apai sampil di putar
sehingga sekeliling cawan terkena panas api
Sambil tetap
mendekatkan cwan pada api pindahkan PDA ke dalam cawan secukupnya gunakan waktu
yang singkat setelah itu kembali ujung cawan di dekatkan pada api
Semua proses
diatas dilakukan didalam auto klaf
Cawan yang telah
berisi PDA diletakan sambil menunggu mejadi padat.
Setelah PDA
dalam cawan padat ambil sedikit tempe dengan pinset kemudian letakan di cawan
Diamati selama
5-6 hari
Cara Kerja Pengamatan Jamur Tempe
Disiapkan petri
PDA yang berisi jamur tempe
Petri diamati
dengan sekilas, yakni diamatai secara kasat mata dan kemudian didokumentasikan
dengan cara digambar dan difoto.
Solatif digunting
secara hati-hati agar tetap bening dan lem yang terdapat pada solatif tidak
megeruhkan warna solatif. Guntingan sebesar kaca preparat.
Cawan petri yang
berisi jamur tempe, diambil dan dibuka. Kemudian solatif dipegang bagian kedua
ujungnya, kemudian bagian tengah solatif ditempelkan pada jamur yang ada di
dalam petri. Sedikit ditekan kedalam agar jamur-jamur dapat menempel pada
solatif.
Setelah jamur
menempel pada solatif, kemudian solatif direkatkan pada kaca preparat.
Kaca preparat
berisi jamur diamati dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran maksimum 1000 x.
Gambar yang
terdapat pada lensa mikoskop dipotret dengan kamera digital atau kamera
handphone.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pengenalan Alat-Alat Laboratorium
Penyakit Hutan
Laminar Air Flow
Kegunaan :
digunakan
sebagai ruangan untuk pengerjaan secara eseptis.
Prinsip penaseptisan suatu ruangan
berdasarkan aliran udara keluar dengan kontaminasi
udara dapat diminimalkan.
Autoklaf
Kegunaan :
untuk
mensterilisasikan media dan sebagai tempat penyimpanan media yang akan
digunakan agar steril dari mikroba di udara.
Oven
Kegunaan :
Alat ini
digunakan untuk mensterilkan alat ±alat seperti gelas dan dalam batas ± batas
tertentu dapat juga digunakan untuk mensterilkan bahan ± bahan seperti kapas,
kertas, dan kain. Pada umumnya suhu yang digunakan adalah 170 ± 180º C selama
paling sedikit dua jam. Lamanya sterilisasi tergantung pada jumlah dan
ketahanan alat atau bahan yang akan disterilkan terhadap panas.
Cawan Petri
Kegunaan :
Digunakan untuk
menumbuhkan mikroorganisme, menghitung kwantitas mikroorganisme dan
mengindentifikasi mikroorganisme. Cara mensterilkannya dengan dibungkus kertas
kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf jika berisi medium dan di dalam oven jika
tidak berisi.
Erlenmeyer
Kegunaan
:
untuk
mereaksikan cairan, memanaskan/memasak cairan dan membuat endapan, dan sebagai
wadah larutan untuk inkubasi atau digunakan sebagai wadah untuk medium karena
memiliki mulut yangkecil sehingga mudah ditutup dengan kapas.
Gelas Ukur
Kegunaan :
Gelas ukur
digunakan sebagai pengukur secara kuantitatif dan mengukur sejumlah sampel
cairan karena memiliki banyak skala sehingga pengukurannya tidak terlalu pasti,
tersedia dalam beberapa ukuran yang diantaranya 10 ml, 25 ml, 50 ml, 100 ml,
250 ml, 500 ml, dan 1000 ml.
Spatula
Kegunaan :
digunakan untuk mengaduk, dan untuk mengambil kristal atau
serbuk bahan kimia
Lampu Bunsen
Kegunaan :
Lampu spiritus digunakan untuk mensterilkan alat - alat
seperti ose bulat dan ose lurus serta jarum preparat. Mekanisme kerja dari
lampu spiritus yaitu apabila alat tersebut belum dipakai maka dipanaskan mulai
dari ujung bawah sampai ke pangkal tapi jika sudah digunakan untuk pemanasan
dalam enkas, agar enkas tidak ditumbuhi bakteri.
Tabung Reaksi
Kegunaan :
untuk mereaksikan cairian dalam jumlah sedikit. Alat ini
terbuat dari kaca merupakan wadah dalam menumbuhkan mikroba dengan medium air.
Tabung reaksi disterilkan dengan cara dibungkus kertas dan biasanya dapat
disterilkan dalam oven. Tabung reaksi juga dapat disterilkan di beberapa
pensteril diantaranya enkas, inkubator dan autoklaf.
Corong
Kegunaan :
untuk membantu memasukkan cairan kedalam botol yang
bermulut kecil, buret dan lain-lain, atau untuk menyaring endapan dengan kertas
saring.
Timbangan
Kegunaan :
untuk mengukur
berat suatu bahan yang digunakan dalam praktikum
Sendok
Kegunaan :
Digunakan untuk mengaduk cairan yang di
reaksikan
Preparat
Kegunaan : untuk mengawetkan spesimen
Pinset
Kegunaan :
Digunakan
untuk mengambil sampel, mengambil benda ± benda dalam pengerjaan eseptis dan
digunakan untuk meletakkan dek gelass.
Kompor Gas
Kegunaan :
Digunakan untuk
memanaskan medium atau mencairkan suatu
madium
Inkubator
Kegunaan :
Alat ini
berfungsi sebagai meremajakan mikroba atau bakteri yang dilakukan pada suhu 35
± 37o C selama 1 x 24 jam pada jamur.
Pembuatan PDA dan Pengembangbiakkan
Patogen
Praktikum
pembuatan PDA (Potato Dextros Agar)
dilaksanakan di luar jam praktikum. Pertama kali yang dilakukan adalah mengupas
kentang dan kemudian dipotong kecil-kecil agar menjadi mudah untuk direbusnya.
Tahapan selanjutnya adalah mencucinya dengan air bersih. Setelah dicuci,
potongan kentang direbus dengan air (aquades) sampai mendidih dan empuk.
Selanjutnya kentang dan larutan dipisahkan agar mudah untuk dibuat media PDA.
Yang diambil untuk membuat media adalah larutan kentangnya saja. Kemudian
larutan kentang dicampur dengan dextrose, agar-agar, dan air sebanyak 1 liter dan
dipanaskan sampai mendidih setelah itu dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer.
Setelah dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, media PDA tersebut harus diseterilisasi
dengan menggunakan alat autoclaf pada suhu 1210C tekanan 1 atm
selama 15 menit. Media PDA yang
sudah dibuat tersebut dipakai untuk melakukan pengamatan pengembangbiakan
pathogen pada praktikum minggu selanjutnya. Pada praktikum pengembangbiakan pathogen, pengamatan dilaksanakan di
beberapa tempat yang ada di sekitar laboratorium penyakit hutan, diantaranya:
di atas meja praktikum, dibawah naungan pohon, kamar mandi, dan lokasi budidaya
jamur tiram. Pada kesempatan ini, kelompok 2 berkesempatan mendapatkan lokasi
budidaya jamur tiram yang ada di dalam laboratorium penyakit hutan.
Tabel 4.1 Hasil pengamatan pathogen pada
media PDA
No
|
Hari ke-
|
Jumlah Koloni Patogen
|
Ket.
|
1
|
1
|
-
|
-
|
2
|
2
|
7
|
Fungi
|
3
|
3
|
19
|
Fungi
|
4
|
4
|
25
|
Fungi
|
5
|
5
|
30
|
Fungi
|
6
|
6
|
39
|
Fungi
|
Pada praktikum ini, pertama kali dilakukan adalah menuangkan media PDA
pada cawan petri yang sudah disterilkan dari bakteri atau fungi. Kemudian
dilakukan pengambilan sampel bakteri atau jamur yang ada di sekitar lokasi
dengan cara membuka cawan petri yang sudah diisi media PDA tersebut dan
mendiamkannya selama 5 menit di lokasi pengamatan. Setelah 5 menit, cawan petri
tersebut ditutup kembali secara rapat agar tidak ada kontaminasi bakteri dari
lokasi lain. Cawan petri yang sudah diisi media PDA dan sejenis bakteri atau
fungi di lokasi pengamatan tadi, kemudian dilakukan pengamatan tentang
pertumbuhannya selama 5 hari dan dilihat perkembangan setiap harinya. Hasil
pengamatan dapat dilihat pada tabel 4.1.
Hal yang terjadi atau muncul pada media PDA tersebut adalah munculnya
sejenis fungi yang berwarna hitam seperti bintik-bintik yang saling berkumpul
sebanyak 39 koloni. Setelah diamati dan ditanyakan kepada dosen pembimbing
praktikum, jenis yang muncul pada media tersebut adalah sebuah koloni jenis
fungi. Namun, setelah dilihat dan dibandingkan dengan cawan petri yang menjadi
kontrol, ternyata didalam media kontrol tersebut terkena kontaminasi juga
dengan ditandai munculnya sejenis bakteri. Hal ini dapat disebabkan karena
adanya kecerobohan, ketidakseriusan, dan ketidaktahuan praktikan dalam
melakukan penyimpanan media PDA dan pada saat melakukan penuangan ke cawan
petri.
Tumbuhnya
bakteri atau fungi kontaminan pada media kontrol dapat pula terjadi karena
adanya berbagai gangguan pada saat praktikum, mulai dari penuangan media PDA
pada tabung reaksi maupun pada cawan petri yang dilakukan secara bergantian oleh
beberapa orang dan kesalahan posisi tangan pada saat memegang cawan petri pun
yang seharusnya yang dipegang adalah pinggir cawan, akan tetapi pada saat
menuangkan yang dipegang adalah bagian dalam cawan. Hal itu dapat menjadi salah
satu faktor yang memungkinkan adanya bakteri yang masuk ke dalam media.
Selanjutnya, pada saat menuangkan PDA dan mensterilkan cawan petri dengan
menggunakan api bunsen, walaupun telah dilakukan di bawah laminar airflow,
tetap memungkinkan adanya bakteri yang masuk melalui sisi kanan dan sisi kiri
laminar, karena kurangnya pembakar bunsen di sekitar laminar maupun terjadi
karena kebocoran penyaring udara pada laminar yang sudah tua usianya sehingga
memungkinkan bakteri lain akan masuk. Selain itu, kelalaian praktikan saat melakukan
praktikum juga dapat menjadi salah satu pengaruh, seperti berbicara saat
meletakkan media PDA dan menunggu di lokasi pengamatan, maupun karena banyaknya
orang di sekitar laminar saat praktikum berlangsung.
Pertumbuhan
bakteri kontaminan dapat mempengaruhi pertumbuhan fungi yang sedang dibiakkan
dalam media PDA. Apabila terlalu banyak dan terletak tepat pada fungi-fungi
yang akan tumbuh, maka akan menggangu dan menghambat tumbuhnya fungi dari hasil
pengamatan di lokasi budidaya jamur tiram tadi. Akhirnya, pada saat pengamatan
terakhir berlangsung, fungi yang tumbuh pun akan sedikit terhambat oleh adanya
bakteri kontaminan yang tumbuh pada media PDA tadi.
Pengembangbiakan dan Pengematan Jamur
Tempe
Jamur
merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof, tipe sel: sel eukarotik. Jamur
ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang
disebut hifa, hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada pula
dengan cara generatif.
Jamur
tempe merupakan contoh dari kelompok Zygomicitina yang memiliki ciri-ciri
diantara nya: termasuk kedalam heterotrof saprofit, tubuhnya disusun oleh hifa
dan miselium, hifa nya tidak bersekat, spora dihasilkan oleh sporangium,dan
reproduksinya ada dua cara yaitu: aseksual yang dilakukan apabila limgkungan
tidak mendukung ,perkembangan berupa spora-hifa-jamur. Kemudian cara yang kedua
ada dengan cara seksual yang menghasilkan hifa (+) dan hifa (-), melalui siklus
konjugasi,zygospora,zygospora dewasa,meiosis,spora.
Praktikum
kali ini mengamati pertumbuhan jamur pada tempe dengan menggunakan media pertumbuhan pada PDA agar,hasil pengamatan yang telah
dilakukan selama 5 hari dengan perlakuan yang sama dalam cawan petri. Pada hari
pertama mulai terlihat adanya miselium pada dinding cawan petri yang menandakan
adanya pertumbuhan. Dari yang kita tahu
bahwa miselium pada jamur tempe tidak memiliki sekat begitu pula dengan
miselium yang terlihat pada pengamata.
Pada
hari berikutnya pertumbuhan semakin terlihat pada sisi bagian tempe yang
mengalami perubahan warna dari yang sebelumnya berwarna kuning pucat kemudian
di temukan perubahan warna lain yaitu warna kuning pekat menunjukan bahwa tempe
mengalami perubahan fase yang nanti pada akhirnya akan menjadi oncom.
Hari
ketiga miselium semakin memenuhi bagian cawan petri ruang hanya tersisa untuk
bagian tempe dan penyebaran warna merah di sekelilingnya, hal tersebut
menunjukan adanya perkembangbiakan yang relatif stabil tiap hari nya. Miselium yang berisikan enzim dan sumber
energi lainnya bagi penunjang pertumbuhan
jamur , terbukti bekerja secara efektif pada perkembangan jamur tempe yang sedang diamati pada media PDA.
Hari
keempat dan hari kelima warna pada sampel tempe kembali mengalami perubahan
warna yaitu warna yang awalnya kuning menyebar pada sekeliling sampel menjadi
kemerahan menyerupai warna tempe. Klimaks dari proses perkembangbiakan
jamur tempe ini di temukannya warna
kemerahan yang selanjutnya akan dilakukan identifikasi.
Gambar 4.1 Cawan Petri Berisi Jamur
Dari hasil
pengamatan dengan mikroskop, jamur tempe yang dibiakan di dalam PDA ternyata benar
terkontaminasi oleh jamur yang lain, sehingga dalam identifikasi ditemukan
bentuk jamur yang tidak seperi jamur tempe (Rizhopus
oryzae). Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada gambar berikut.
|
Gambar 4.2 Jamur tampak pada mikroskop
Gambar 4.3 Jamur tempe (Rhizopus oryzae) perbesaran 400 x
Kontaminasi tersebut
diduga terjadi pada saat dilakukan pengem-bangbiakan, terjadi akibat
kekuranghati-hatian praktikan dalam mengambil sampel jamur pada tempe, dan
kemungkinan juga terjadi pada saat menuangkan PDA pada Laminar Air Flow. Jamur
tempe (Rhizopus oryzae) yang berhasil
diamati terlihat sporangium dan sporangiosfor, sedangkan sporangiospora dan
rhizoidnya tidak dapat teramati karena keterbatasan alat mikroskop.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari pembahasan
di atas dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :
Laboratorium
penyakit hutan merupakan laboratorium yang meneliti segala macam jenis penyakit
hutan. Untuk menunjang kegiatann penelitian, digunakan beberapa peralatan
diantaranya adalah : Laminar Air Flow, Autoklaf, Oven, Cawan Petri, Erlenmeyer,
Gelas Ukur, Spatula, Lampu Bunsen, Sendok, Inkubator, Petri, Mikroskop, dan
beberapa peralatan lainnya.
PDA (Potato Dextros Agar) merupakan salah
satu jenis media semi buatan yang dapat digunakan untuk mengembangbiakan
bakteri atau jamur.
Untuk mengisolasi
fungi dan bakteri, dapat dilakukan dengan teknik menggunakan media semi berupa PDA.
Secara umum
praktikan sudah dapat membuat PDA, mengembangbiakan fungi dan bakteri, dan
dapat melakukan pengamatan menggunkan mikroskop.
Saran
Praktikum
penyakit hutan sangat perlu dilakukan guna untuk meningkatkan pengetahuan
mahasiswa kehutanan tentang berbagai macam penyakit hutan beserta penyebabnya,
dan juga mengetahui teknik penangannya. Oleh karena itu, beberapa hal yang
harus diperhatikan agar tujuan praktikum tercapai, antara lain : kapasitas
tempat/ruangan yang sebaiknya mencukupi, perlatan yang memadai seperti
mikroskop yang bagus, dan waktu yang cukup untuk praktik, kemudian modul
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
IGK, Tapa Darma.
1989. Ilmu Penyakit Hutan. Bogor: Fakultas
Kehutanan IPB.
Suryanegara.
2008. Fungi. [Terhubung berkala] http://www.google.com/fungi salah satu
penyakit hutan/ [ 19 Mei 2011]
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas Saran dan masukannya yang membangun.