Makalah Agroforestri
DESAIN DAN EVALUASI AGROFORESTRI
Disusun oleh:
Rahmad Supri A
(E14090109); Susanti Alfriani M (E14090074);
Nadia Susetya (E14090071); Ahadian
Rahmadi (E14090132); dan Susi Susanti (E44089001)
Dosen :
Dr.
Ir. Nurheni Wijayanto, MS.
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
==========================================
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Alih-guna lahan hutan menjadi lahan
pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan
tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan
perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu
sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan
usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang
mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya
alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah
pangan.
Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu
pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan
mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang telah dipraktekkan petani
sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestri berarti menanam pepohonan di
lahan pertanian, dan harus diingat bahwa petani atau masyarakat adalah elemen
pokoknya (subyek). Dengan demikian kajian agroforestri tidak hanya terfokus
pada masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan
budaya yang selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga agroforestri merupakan
cabang ilmu yang dinamis.
Sistem pengelolaan lahan model agroforestri dapat
ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna
lahan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan dan ekonomi
masyarakat. Sebagai bentuk suatu cabang ilmu pengetahuan baru dibidang
pertanian dan kehutanan, agroforestri berupaya mengenali dan mengembangkan
keberadaan sistem agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu. Oleh
karena itu, agar sistem agroforestri dapat diimplementasikan dalam kehidupan
dengan lebih mudah dan tersistem, maka perlu adanya suatu model atau semacam
desain untuk kegiatan agroforestri itu sendiri.
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
menganalisis skema/desain sistem agroforestri yang terdapat di berbagai tempat
di Indonesia dan juga mengevaluasi desain-desain agroforestri tersebut.
PEMBAHASAN
Pengembangan
agroforestri, menurut Raintree (1983) meliputi tiga aspek, yaitu (a)
meningkatkan produktivitas sistem agroforestri, (b) mengusahakan keberlanjutan
sistem agroforestri yang sudah ada dan (c) penyebarluasan sistem
agroforestri sebagai alternatif atau pilihan dalam penggunaan lahan yang
memberikan tawaran lebih baik dalam berbagai aspek (adoptability).
Pola interaksi
antar komponen dapat dimanfaatkan untuk merekayasa desain pengkombinasian
komponen penyusun agroforestri secara baik, guna meraih secara optimal tujuan
yang diinginkan dalam upaya pemanfaatan lahan terpadu tersebut. Desain atau
pola kombinasi agroforestri juga harus mempertimbangkan banyak hal yang
berkaitan erat dengan kapasitas dan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya.
Raintree (1987) memodifikasi Tiga Kriteria Desain Agroforestri menurutnya
Baik, antara lain :
- Produktivitas
(productivity): meliputi berbagai cara untuk meningkatkan
output produk pohon, memperbaiki panen tanaman musiman sebagai
kombinasinya, mengurangi input untuk budidaya pertanian, meningkatkan
efisiensi tenaga kerja, diversifikasi produksi, serta memenuhi kebutuhan
dasar pemilik lahan;
- Sustainabilitas
(sustainability): kesinambungan sistem produksi
akan dapat dicapai tujuan konservasi dan sekaligus menggugah
motivasi petani kecil yang seringkali kurang peduli terhadap kepentingan
jangka panjang;
- Taraf
Adopsi (adoptability): teknologi (agroforestri) harus
sesuai dengan karakter sosial dan lingkungan setempat. Suatu
teknologi yang tidak dapat dilaksanakan oleh petani pengguna menjadi tidak
bermanfaat, walaupun memenuhi syarat, secara teknis canggih dan dari sudut
kearifan lingkungan.
Produktivitas
Produk yang
dihasilkan sistem agroforestri dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni (a)
yang langsung menambah penghasilan petani, misalnya makanan, pakan ternak,
bahan bakar, serat, aneka produk industri, dan (b) yang tidak langsung
memberikan jasa lingkungan bagi masyarakat luas, misalnya konservasi tanah dan
air, memelihara kesuburan tanah, pemeliharaan iklim mikro, pagar hidup, dsb.
Peningkatan produktivitas sistem agroforestri diharapkan bisa berdampak pada
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat desa.
Peningkatan
produktivitas sistem agroforestri dilakukan dengan menerapkan perbaikan
cara-cara pengelolaan sehingga hasilnya bisa melebihi yang diperoleh dari
praktek sebelumnya, termasuk jasa lingkungan yang dapat dirasakan dalam jangka
panjang. Namun demikian, keuntungan (ekonomi) yang diperoleh dari peningkatan
hasil dalam jangka pendek seringkali menjadi faktor yang menentukan apakah
petani mau menerima dan mengadopsi cara-cara pengelolaan yang baru.
Perbaikan
(peningkatan) produktivitas sistem agroforestri dapat dilakukan melalui
peningkatan dan/atau diversifikasi hasil dari komponen yang bermanfaat, dan
menurunkan jumlah masukan atau biaya produksi. Contoh upaya penurunan masukan
dan biaya produksi yang dapat diterapkan dalam sistem agroforestri: penggunaan pupuk nitrogen dapat
dikurangi dengan pemberian pupuk hijau dari tanaman pengikat nitrogen ; sistem agroforestri berbasis pohon
ternyata memerlukan jumlah tenaga kerja yang lebih rendah dan tersebar lebih
merata per satuan produk dibandingkan sistem perkebunan monokultur.
Keberlanjutan
Sasaran
keberlanjutan sistem agroforestri tidak bisa terlepas dari pertimbangan
produktivitas maupun kemudahan untuk diadopsi dan diterapkan. Sistem
agroforestri yang berorientasi pada konservasi sumber daya alam dan
produktivitas jangka panjang ternyata juga merupakan salah satu daya tarik bagi
petani. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan petani pada saat mereka
merencanakan untuk menerapkan upaya konservasi, misalnya kepastian status
lahan, pendapatan dalam jangka pendek, dan sebagainya. Ada pendapat yang
menyarankan agar petani diberi insentif untuk mendorong supaya mereka mau
menerapkannya. Seringkali insentif ini diwujudkan dalam bentuk subsidi bagi
petani (khususnya di negara maju). Di negara berkembang, insentif tersebut
diberikan dalam bentuk bantuan teknologi seperti teknik-teknik konservasi
lahan.
Dalam
sistem agroforestri terdapat peluang yang cukup besar dan sangat terbuka untuk
melakukan pendekatan yang memadukan sasaran keberlanjutan untuk jangka panjang
dengan keuntungan produktivitas dalam jangka pendek dan menengah.
Kemudahan
untuk diadopsi
Kegagalan
penyebarluasan praktek agroforestri di kalangan petani seringkali disebabkan
oleh kesalahan strategi, bukan karena keunggulan komparatif sistem itu sendiri.
Oleh sebab itu alasan bahwa petani sangat konservatif dan ketidak-berhasilan
penyuluh sebenarnya kurang tepat. Sebuah pendekatan yang lebih konstruktif yang
bisa dilakukan adalah dengan memikirkan permasalahan dalam penyusunan rancangan
dan memasukkan pertimbangan kemudahan untuk diadopsi sedini mungkin (sejak
tahap rancangan). Hal ini tidak berarti bahwa kedua alasan di atas tidak benar,
melainkan lebih ditekankan kepada proses penyuluhan dan adopsinya yang sangat
kompleks. Peluang untuk berhasil akan lebih besar apabila proses itu dimulai
dengan dasar teknologi yang dapat diadopsi. Salah satu cara terbaik adalah
dengan melibatkan secara aktif pemakai (user) teknologi tersebut (petani
agroforestri) dalam proses pengembangan teknologi sejak dari tahap penyusunan
rancangan, percobaan, evaluasi dan perbaikan rancangan inovasi teknologi.
KESIMPULAN
Berdasarkan
komponen penyusunnya, terdapat tiga sistem agroforestri yang dapat dilakukan
pada lahan-lahan kritis, yaitu berbentuk agrisilvikultur, silvopastura, dan
agrosilvopastural, dimana sistem agroforestri tersebut merupakan sistem
agroforestri tradisional yang dikelola menurut kondisi dan pengetahuan lokal.
Desain agroforestri pada lahan kritis menurut landscape, direkomendasikan untuk jenis-jenis tanaman berkayu.
Desain agroforestri pada lahan kritis yang datar lebih ditujukan untuk
pengaturan letak dan jarak tanam dari berbagai komponen dengan mempertimbangkan
interaksi antar komponen. Pengaturan tata letak berbagai koponen diharapkan
dapat meminimalkan interaksi negatif dan meningkatkan interaksi positif.
DAFTAR PUSTAKA
de Foresta ,H. A. Kusworo, G. Michon dan W.A. Djatmiko. 2000.
Ketika kebun berupa hutan: Agroforest kahas Indonesia, sebuah sumbangan
masyarakat. ICRAF, Bogor.
Nair,
P.K.R. 1993. An Introduction to
Agroforestry. The Netherlands : Kluwer Academic Publisher.
Sabarnurdin,
M. Sambas. 2002. Agroforestry : Konsep, Prospek Dan
TantanganPresentasi Workshop Agroforestry 2002, Fakultas
Kehutanan, UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta
Suprayogo. D, K Hairiah, N Wijayanto, Sunaryo dan M
Noordwijk. 2003. Peran Agroforestri pada Skala Plot: Analisis Komponen
Agroforestri sebagai Kunci Keberhasilan atau Kegagalan Pemanfaatan Lahan
Indonesia. Bogor
: World Agroforestry Centre (ICRAF), Southeast Asia
Regional Office. PO Box 161 Bogor, Indonesia
Zulrasdi. Noer, Sjofjendi, 2005. Pertanian
di Daerah aliran Sungai Lembaga Informasi Pertanian. BPPT Sumatra Barat
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas Saran dan masukannya yang membangun.